Rabu, 20 Januari 2010

Seni dan Budaya Banyumasan

Kentongan

ialah jenis kesenian pertunjukan massal sing nganggo perangkat utama kentong. Perangkat kentong digawe sekang potongan bambu sing dilobangi nang sisine, lubange mandan dawa. Jaman gemiyen, kentong kiye akeh fungsine nang masyarakat utamane kanggo alat komunikasi jarak jauh, misale sebagai tanda peringatan dini bahaya bencana, makna komunikasine ana nang ritme swaran tabuhane karo kombinasi selang swara. Makna monine kuwe diatur sesuai kesepakatan nang masyarakat.


Jaman siki, alat kiye umume fungsine mung sebagai hiasan nang omah-omah, wis kalah kagunaane karo peralatan komunikasi elektronik sing modern.

Kesenian Kentongan biasa digelar nang upacara-upacara resmi, sebagai hiburan kanggo tamu sing teka. Nang wilayah mBanyumasan malah wis ana festival resmi kentongan dadi akeh kelompok-kelompok kentongan sing muncul.

Perangkat tambahan kesenian kiye antarane Beduk, Seruling, Kecrek, Pianika lan liya-liyane. Masing-masing kelompok dipimpin Mayoret, pemaine umume lanang, jumlah pemaine ± 20 an.


Baritan

adalah sebuah upacara kesuburan dengan menggunakan kesenian sebagai media utamanya. Hingga saat ini ada dua bacam baritan, yaitu baritan yang digunakan untuk tujuan memanggil hujan dan baritan untuk keselamatan ternak.
Untuk memanggil hujan biasanya digunakan berbagai macam keseniaan yang ada seperti lengger, buncis, dan ebeg. Adapun baritan untuk keselamatan ternak biasanya menggunakan lengger sebagai media upacara. Di sini para pangon (penggembala) menari bersama para penari lengger dengan terlebih dahulu menyerahkan dhadung (tali pengikat ternak) dan selesai menari dapat mengambol dhadung dengan terlebih dahulu memberikan uang kepada penari lengger.
baritan biasanya dilaksanakan pada Mangsa Kapat (sekitar Bulan September). Baritan untuk memanggil hujan berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas, sedangkan baritan untuk keselamatan ternak berkembang di wilayah Kecamatan Ajibarang.



Cowongan

adalah upacara minta hujan dengan menggunakan properti berupa siwur dan irus yang dihias menyerupai seorang putri. pelaku cowongan terdiri atas wanita yang tengah dalam keadaan suci (ridak sedang haid, nifas, atau habis melakukan hubungan seksual). Dengan menyajikan tembang-tembang tertentu yang sesungguhnya merupakan doa-doa permohonan kepada Sang Pencipta.
Cowongan dilaksanakan hanya pada saat terjadi kemarau panjang. Biasanya ritual ini dilaksanakan mulai pada akhir Masa Kapat (hitungan masa dalam kalendar Jawa) atau akhir Bulan September. pelaksanaannya pada tiap malam Jumat dimulai pada Jumat Kliwon. Dalam tradisi masyarakat Banyumas, cowongan dilakukan dalam hitungan ganjil misalnya 1 kali, 3 kali, 5 kali, atau 7 kali. Apabila sekali dilaksanakan cowongan belum turun hujan maka dilaksanakan 3 kali. Cowongan sampai saat ini masih dapat dijumpai di Desa Plana, Kecamatan Somagede.


Gumbeng

adalah permainan rakyat yang terdiri atas potongan ruas bambu yang dilaras dengan nada-nada tertentu, diletakkan di atas kaki yang sengaja dijulurkan ke depan dalam posisi duduk. Gumbeng pernah berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas.


Kaster

adalah musik tradisional dengan alat musik berupa siter, gong bumbung dan kendhang kotak sabun (terbuat dari kotak kayu sebagai resonator dengan sumber bunyi berupa tali karet yang diikatkan di kedua sisi kotak). Dalam pertunjukannya disajikan gending-gending gaya Surakarta-Yogyakarta dan gaya Banyumas. Kaster masih berkembang di daerah Kecamatan Purwojati.


Jemblung

adalah seni bertutur tradisional yang dilakukan oleh empat orang pemain. Menurut masyarakat setempat, kata jemblung merupakan jarwo dosok yang berarti jenjem-jenjeme wong gemblung (rasa tenteram yang dirasakan oleh orang gila). Pengertian ini diperkirakan bersumber dari tradisi pementasan jemblung yang menampatkan pemain seperti layaknya orang gila.
Para pemain jemblung tampak tampil dalam pementasannya tanpa properti artistik apapun, bermain seperti halnya bermain ketoprak dan mengiringi pertunjukan dengan aransemen musikal yang dibangun melalui sajian musik mulut. Ada pula yang berpendapat bahwa pada jemblung berasal dari kata jemblung umar madi, yaitu seorang tokoh dalam cerita umar amir (berasal dari Serat Ambiya atau riwayat para nabi) yang meemiliki ciri berperut buncit (dalam bahasa Jawa : njemblung).
Ini berkaitan dengan salah satu cerita yang disajikan dalam pertunjukan jemblung berasal dari Serat Ambiya. Dalam pertukannya pemain jemblung duduk di kursi menghadap sebuah meja yang bersisi nasi tumpeng dan jajan pasar yang menjadi properti pementasan. Pertunjukan jemblung menyajikan kisah-kisah babad, legenda atau cerita rakyat yang adegannya diplot seperti halnya plot pada cerita kethoprak. Jemblung masih tumbuh dan berkembang di Kecamatan Tambak dan Sumpiuh.


Ujungan

Ritual minta hujan dengan cara adu manusia. Ujungan merupakan adu manusia dengan properti berupa sebatang rotan. Pelaku ujungan adalah laki-laki dewasa yang memiliki kekuatan untuk untuk menahan benturan pukulan lawan. Sebelum beradu pukul, pemain ujungan menari-nari dengan iringan tepuk tangan dan sorak-sorai penonton.
Ritual ini hanya dilakukan pada saat terjadi kemarau panjang. Biasanya ujungan dilaksanakan pada akhir Mangsa Kapat. Dalam tradisi masyarakat Banyumas, ujungan dilakukan dengan hitungan ganjil: 1 kali, 3 kali, 5 kali, atau 7 kali. Hingga saat ini ujungan hanya berkembang di wilayah perbatasan antara Kabupaten Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara yaitu di Kecamatan Somagede.


Karawitan Gagrag Banyumas

adalah salah satu gaya dalam Kerawitan Jawa yang tumbuh dan berkembang di wilayah sebaran Budaya Banyumas. Karawitan Gagrag Banyumas memiliki 3 warna yaitu Wetanan, Kulonan dan Banyumasan. Warna wetanan dalam kerawitan gagrag Banyumasan dipengaruhi oleh Kerawitan Kraton (Surakarta dan Yogyakarta). Warna kulonan dipengaruhi oleh kerawitan gaya Sunda.
Adapun warna Banyumasan adalah warna khas yang dilatarbelakangi oleh budaya masyarakat setempat yang bernafas kerakyatan. Ketiga warna tersebut dapat dijumpai pada bentuk gending, garap gending, dan garap instrumen dalam setiap penyajiannya. Kerawitan gagrag banyumasan disajikan dapam perangkat gamelan ageng. namun demikian dapat pula disajikan dengan menggunakan perangkat musik calung maupun angklung yang merupakan perangkat musik khas Banyumas. Hingga saat ini Kerawitan Gagrag Banyumasan masih tumbuh subur di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas.


Calung

yaitu perangkat music khas Banyumas yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan gamelan jawa, terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong & kendang. Dalam penya-jiannya calung diiringi vokalis yang lazim disebut sinden. Aransemen musikal yang disajikan berupa gending-gending Banyumasan, gending gaya Banyumasan, Surakarta-Yogyakarta dan sering pula disajikan lagu-lagu pop yang diaransir ulang.
Calung -konon- merupakan jarwo dosok (dua kata yang digabung menjadi satu menjadi kata baru) yang berarti carang pring wulung (pucuk bambu wulung) atau dicacah melung-melung (dipukul bersuara nyaring).
P erangkat musik ini berlaras Slendro dengan nada-nada 1 (ji), 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), dan 6 (nem).


Ebeg

adalah bentuk tari tradisional khas Banyumas dengan Properti utama berupa ebeg atau kuda kepang. Kesenian ini menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya dan dibawakan oleh 8 penari pria. Biasanya dalam pertunjukkan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul & cepet. Dalam pertunjukkannya ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe.
Dalam pertunjukkannya, ebeg dilengkapi dengan sintren (penari pria yang berdandan seperti wanita) di dalam sebuah kurungan. Ebeg masih tumbuh subur di seluruh wilayah Kabupaten banyumas.


Lengger

yaitu jenis tarian tradisional yang tumbuh subur diwilayah se-baran budaya Banyumas. Kesenian ini umunya disajikan oleh dua orang wanita atau lebih. Pada pertengahan pertunjukkan hadir seorang penari pria yang lazim disebut badhud, Lengger disajikan diatas panggung pada malam hari atau siang hari , dan diiringi olah perangkat musik calung.


Sintren

adalah seni traditional yang dilaukan seorang pria yang mengenakan busana wanita. Biasanya kesenian ini melekat pada kesenian ebeg. Ditengah pertunjukkan ebeg para pemain melakukan intrance/ mendem, kemudian salah seorang pemain mendem badan, kemudian ditindih dengan lesung.Dan dimasukan ke dalam kurungan. Di dalam kurungan itu ia berdandan secara wanita dan menari bersama - sama dengan pemain yang lain. Pada beberapa kasus, pemain itu melakukan thole-thole, yaitu penari membawa tampah dan berkeliling arena untuk meminta sumbangan penonton.

Salawatan Jawa, yaitu salah satu seni musik bernafaskan Islam dengan perangkat musik berupa trebang jawa. Dalam pertunjukan kesenian ini memnyajikan lagu-lagu yang diambil dari kitab Barjanji.



Wayang Kulit Gagrag Banyumas

yaitu jenis seni pertunjukan wayang kulit yang bernafaskan Banyumasan. Di daerah ini dikenal ada dua gragak atau gaya, yaitu gragak kidul Gunung dan gragak lor Gunung. Spesifikasi dari wayang kulit gragak Banyumasan adalah nafas kerakyatannya yang begitu kental dalam pertunjukannya.


Aksimudha

adalah kesenian bernafas Islam yang tersaji dalam bentuk atraksi Pencak Silat yang digabung dengan tari-tarian dengan iringan terbang/genjring. Pertunjukan Aksimudha dilakukan oleh delapan penari pria. Aksimudha pernah berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas dan saat ini masih dapat ditemukan di wilayah Kecamatan Wangon.


Angguk

yaitu kesenian bernafaskan Islam yang tersaji dalam bentuk tari-tarian dengan iringan terbang/genjring. Dilakukan oleh delapan orang pemain, & pada bagian akhir pertunjukkan para pemain Intrance / Mendem. Saat ini Angguk bisa ditemukan wilayah Kecamatan Somagede.


Aplang atau Daeng

Kesenian yang serupa dengan Angguk, pemainnya terdiri atas delapan wanita. Saat ini Angguk bisa ditemukan wilayah Kecamatan Somagede.

Begalan, adalah seni tutur tradisional yang digunakan sebagai yang digunakan sebagai sarana upacara pernikahan, propertinya berupa alat-alat dapur yang masing-masing memiliki makna-makna simbolis yang berisi falsafah jawa & berguna bagi kedua mempelai dalam mengarungi hidup berumah tangga.


Begalan

menggambarkan peristiwa perampokan terhadap barang bawaan dari besan (pihak mempelai pria) oleh seorang begal (perampok). Dalam falsafah orang Banyumas, yang dibegal bukanlah harta benda, melainkan bajang sawane kaki penganten nini penganten (segala macam kendala yang mungkin terjadi dalam kehidupan berumah tangga pada mempelai berdua). Begalan dilakukan oleh dua orang pria dewasa yang merupakan sedulur pancer lanang (saudara garis laki-laki) dari pihak mempelai pria. Kedua pemain begalan menari di depan kedua mempelai dengan membawa properti yang disebut brenong kepang. Dalam pementasannya, kedua pemain menari diiringi gending-gending banyumasan yang disajikan menggunakan perangkat gamelan. Hingga saat ini Begalan masih tumbuh dengan subur di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas.


Bongkel

Musik Traditional yang mirip dengan Angklung, hanya terdiri atas satu buah Instrument dengan empat bilah berlaras slendro, dengan nada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), 6 (nem). Dalam pertunjukkannya Bongkel disajikan gendhing - gendhing khusus. Bongkel hanya tumbuh dan berkembang di Desa Gerduren, Kecamatan Purwojati.


Buncis

yaitu perpaduan antara seni musik & seni tari yang disajikan oleh delapan penari pria. Dalam pertunjukkannya diiringi dengan perangkat musik Angklung. Para pemain buncis selain menjadi penari juga menjadi pemusik & vokalis. Pada bagian akhir sajian para pemain Buncis Intrance atau mendem. Buncis hanya hidup di Desa Tanggeran, Kecamatan Somagede.

Sumber :
http://www.ngapak.com/portal/modules.php?name=News&file=print&sid=6
20 Mei 2006

1 komentar: